MOM #2 : Sepotong Cerita Melewati Masa Trimester 4

Thursday, November 28, 2019

Pernah mendengar istilah trimester 4 ? Buat yang belum tahu, trimester 4 ini istilah 3 bulan pertama pasca lahiran.  Bisa dibilang fase terberat setelah melahirkan, apalagi buat ibu baru. Semua ibu pasti mengalami betapa struggle banget trimester 4 ini, termasuk saya. Maka dari itu postingan kali ini akan amat sangat curhat banget. Curhatan buibu baru setelah melahirkan, huhu. Betapa setahun lalu, trimester keempat ini fase yang cukup menguras emosi dan berat badan (alhamdulilah turun banyak :D) akhirnya bisa terlewati dengan lancar.



Semua Berubah Ketika Saya Harus Melahirkan SC


Baca juga : My Labor Story 

H+1 setalah SC saya sudah bilang suami dan ibu saya buat jangan terlalu pengumuman dulu kalau sudah lahiran. Yang tahu hanya inner circle keluarga yang dekat-dekat aja deh, soalnya saya masih lemas dan bagian tubuh / ekstremitas bawah saya masih kaku karena efek biusan. Saya jadi inget omongan salah satu dosen dan kolega di kampus Bu Nitta, kalau setelah SC itu jadi ngerti teori soal pemulihan pasca bedah ebb phase, flow phase, sampai anabolic phase.  Masih sempet-sempetnya juga minta perawat buat cek bising usus saya supaya cepet bisa minum air putih, hehe. 

Beruntungnya saat itu saya sudah rawat gabung, jadi baby y bisa langsung direct breastfeeding . Udah ambyar banget kalau mesti pumping pas badan dan perut lagi gak karuan. Jadi faham banget kalau banyak buibu diluar sana amat sangat cari tempat melahirkan yang pro ASI dan rawat gabung. Karena ya bisa setenang itu, nggak usah jauh sama bayi. Mengalami sendiri kalau tempatnya pro asi, kita sebagai ibu baru nggak usah terlalu bawel dan cemas bayi dapet ASI atau nggak. 

Hari selanjutnya sampai 2 hari kemudian, akhirnya saya boleh pulang ke rumah karena sudah bisa jalan dan duduk tegak. Meski rasanya tetep aja pusing dan leher sakit karena tensi rendah. Tanya ke obgyn ternyata, saya diperbolehkan untuk minum starbucks supaya caffein nya bisa bekerja menaikan tekanan darah daripada minum obat. Such as, blessing in disguise + guilty pleasure bisa minum kopi enak setelah melahirkan :D. 

Bayangan kehidupan setelah melahirkan itu ternyata nggak se- excited di film atau iklan di tv ternyata. Tadinya kalau saya berhasil lahiran normal, sudah banyak banget plan mau inilah itulah, dan lain-lain. Qodarullah saya melahirkan ternyata harus SC. Rasanya clueless banget saat itu, dan jujur dalam hati saya rasanya campur aduk. Antara bahagia punya anak lahir dengan selamat dan sehat, dan sedih karena badan saya rasanya lemah banget.

Di bulan pertama baby y saja, saya nggak bisa memandikan baby y sendiri dengan proper. Dua minggu umur baby y aja, saya pakai jasa homecare bidan yang untungnya masih tetangga buat mandikan dan perawatan puput baby y. Menggendong ala timang-timang saja nggak bisa. Meski begitu, hamdalah banget baby y bukan tipe bayi yang tidur harus selalu dipangku, didekap saya dan dibaju dengan hangat aja lebih dari cukup. Fase growth spurt pun hanya lebih banyak menyusui aja. Kalau dipikir sekarang, mungkin saja baby y sudah tahu kalau ibunya sedang struggling sama mentalnya, jadi dia ngerti dan tahu hal yang sekiranya bisa buat dia aman dan saya nyaman.

Akhirnya Saya Baby Blues Juga...


Perasaan campur aduk inilah, sukses membawa saya ke fase yang paling jadi ketakutan semua orang, Baby Blues. Saya mengalami banget, betapa perubahan hormonal di tubuh saya bisa membuat saya menangis seharian tanpa sebab dan merasa tertekan banget. Rasanya mirip banget sama pms, tapi ini lebih nyesek aja. Harus diakui ada trigger yang besar yang mendorong baby blues ini. Memang ada kondisi bawaan baby y, yang membuat saya sedih banget, ditambah saya yang saat itu belum ikhlas SC.  Tapi yang diluar itu rasa sedih tanpa sebabnya pun rasanya juga besar.

Karena sering menangis, tak jarang mbak yang bantu dirumah dan ibu saya pun mulai aware sama saya. Suami memang setelah lahiran hampir seminggu lebih dinas keluar kota, jadi makin drained memang. Hamdalah, pekerjaan domestik banyak yang bantu, sehingga saya bisa fokus berdua dengan bayi. Karena baby y banyak saya yang handle, alhamdulilah baby y pun nggak mengalami bilirubin tinggi, karena rajin berjemur dan menyusui selalu tepat 2-3 jam sekali. Seorang desty yang jauh dari kata rajin, rasanya ajaib saat punya anak bisa sekonsisten itu on the track soal ASI.

Saat 3 minggu pertama saya merasa lebih baik kalau dekat dengan bayi, malah teknik menggendong ala m-shape menggunakan baby wrap yang susah itu pun saya coba terus. Sampai akhirnya bisa dan sama-sama nyaman, saya akui menggendong itu bikin bonding makin kuat. Setidaknya rasa sesak pasca melahirkan saya berkurang, saya nyaman sama bayi. Perlahan mental saya terasa mulai membaik.

Namun suara-suara sumbang takut bayi nya inilah itulah, mulai sering saya dengar juga. Ujian mental ya, ketika merasa sudah agak ok harus dengerin yang nggak enak. Saat itu saya akhirnya mengerti banget, betapa bisa tertekan seorang ibu (apalagi kalau anak pertama) gegara suara sumbang yang belum tentu ilmiah. Apalagi kalau bunyinya soal melahirkan SC, duh ambyar deh gue. Karena saya introvert, mungkin terlihat apatis. Padahal mah, hati pikiran mah mulai kocar-kacir, yang ujung-ujungnya mood swingMood swing, akhirnya nangis lagi sambil meratapi luka jahitan di perut yang masih sakit.

Pokoknya dimasa saya sering dengar suara sumbang, saya membuat diri ini se- comfort mungkin deh. Meskipun nggak jarang saya sering cekcok juga sama suami karena salah faham hal yang sepele banget. Tapi ya gitu, setelahnya kami jadi makin berbenah diri, saya harus ngerem emosi, suami juga ngerti betapa sulitnya struggling kehidupan awal seorang ibu.

Problem pun datang saat itu kenaikan berat badan baby y setelah lahir ya pas-pasan angka aman. Saya nggak mengalami bahwa berat anak bisa naik sampai 1kg lebih diawal bulan lahirannya seperti katanya orang-orang. Ada nada sumbang katanya harus dikasih sufor karena ASI kurang, dan lainnya. Tapi karena saya ahli gizi, suara sumbang model gini masih bisa ditangkis :).  Walaupun sempet kepikiran gitu saya kurang bagus banget ASI-nya. Saya pun saat itu langsung evaluasi menu harian, apa ada yang kurang, apa asupan air putih nya kurang dan lainnya. Menu makanan aman, tapi ya rasa deg-degan tetep ada. Suami juga nggak berhenti mengingatkan saya untuk keep stick it and trust my gut about gain BB baby y. Biar nggak banyak mikir, katanya, simple ya pikiran bapak-bapak.

Selama maternity leave bulan pertama dan kedua, saya semakin fokus pada diri sendiri dan baby y. Terdengar aneh mungkin, tapi saya sering ajak baby y untuk ngobrol, diskusi, bahkan negosiasi. Kinda baby talk lah, kalau kata orang luar. Tapi yang saya rasakan sendiri, baby y sangat kooperatif banget jadinya, bisa ikut insting nurture saya sebagai seorang ibu. Contohnya, di gendong m shape pakai baby wrap pun mau, belajar ASI perah meski pakai dot aman dan lancar jaya. Sampai ya naik bb nya pun alhamdulilah banget stabil, sesuai kms saja cukup.

Dibulan kedua dan ketiga inilah saya pun mulai rajin pumping demi tabungan ASI terpenuhi. Tiap beres dbf, langsung pumping. Di jam-jam malam juga pumping, kapanpun pumping. Hidup rasanya harus pumping dan pumping, demi stok ASI menjelang kerja cukup. Sekarang setelah baby y setahun lebih, jadi kangen juga pumping pas ASi lagi banyak-banyaknya XD.

Suami Aware Soal Mental Health

Bersyukur banget saya punya suami yang faham soal pentingnya mental health. Tanpa bermasksud membanggakan suami saya termasuk orang yang concern banget sama baby blues, post partum depression, malah masalah post power syndrome pun dia peduli. Dia tahu banget, buat saya hanya satu cup kopi latte ala-ala itu sudah membantu menenangkan saya, mengajak saya diskusi banyak hal supaya otak saya nggak stuck. Mengingatkan banget kalau saya adalah individu dewasa yang perlu untuk menjadi orang dewasa, tidak melulu bersama bayi. Termasuk mengenalkan saya untuk yuk mau ngedesain kecil-kecilan lewat ipad karena ada procreatenya. Meskipun sampai sekarang belum ngulik semua, tapi saya merasa bisa "hidup" sekali lagi sebagai seorang ibu.

Sampai menjelang masuk kerja, alhamdulilah semua berjalan smooth banget meskipun ada drama cari pengasuh baby y, hehe. Perlahan tapi pasti, saya bisa struggling menjalani kehidupan modyarhood yang kurang tidur, mandi super kilat, dan jadi ASI berjalan buat baby y. Tapi seiring keyakinan diri, semuanya alhamdulilah bisa dilewati dengan baik-baik saja. Malah menjelang kerja juga lah, alhamdulilah saya bisa punya jadwal yang match dengan fisioterapis baby y. Kapan-kapan saya cerita soal tortikolis ya di blog ini.

Akhir Kata Trimester Empat

Jadi trimester keempat itu besar pengaruhnya buat saya. Betapa perlu banyak bersyukur dalam keadaan yang nggak sesuai ekspektasi. Bersyukur karena masih dikelilingi support system yang amat sangat peduli demi kewarasan saya sebagai ibu. Saya yang sekarang bisa terlihat "kuat" dan tertawa lepas itu, bisa ikhlas menerima bahwa lahiran SC itu tidak apa, memberi asi perah lewat dot tidak apa, berat badan baby y yang naiknya tidak sefantastis anak orang itu juga tidak apa-apa banget. Meskipun saat ini saya masih merasa berjuang sama mental sendiri hingga saat ini.

Pada akhirnya bener seperti caption di instagram, bahwa ibu yang sempurna itu tidak ada. Yang ada hanya ibu terbaik di mata anak-anaknya sendiri. Bahwa anak kita dan keluarga itu bisa bahagia, kalau ibunya sendiri sudah bahagia, dan itu sudah lebih cukup. Malaikat juga tahu, setiap ibu akan juaranya *auto nyanyi*.

Ini cerita saya saat trimester empat, kalau cerita buibu yang lain gimana? Tetep semangat yah buibu yang masih struggle di fase ini. Pokoknya  jangan lupa bahagiakan diri ya buibu, cari support system yang banyak  ^^.

Sampai jumpa di postingan lainnya.

All right reserved.
Do not copy-paste without allowance 
Or any permission from authors.


4 comments

  1. Salam kunjungan dan follow disini ya. Salam kenal dari Malaysia :)

    ReplyDelete
  2. Menjadi Buibu sudah pasti bisa mengubah diri kita ya Mbak. Secara naluri tanpa disadari menjadi pribadi yang berbeda dari sebelumnya.

    Selamat sudah menjadi Ibu.. Dan semoga sehat selalu dan dedek bayi menjadi anak yang kece dan berbakti.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya luar biasa memang perubahan jadi seorang ibu itu, yang tadinya santai kekanak-kanakan bisa jadi melow parah dan mudah baperan kalau saya :')
      Aamiin, terima kasih ya doanya

      Delete

Terima kasih banyak sudah mampir dan comment ya :)
Jangan spam dan link hidup diantara kita ya, karena bakal aku hapus.