Review : Mineral Botanica Brightening Masque New Formula + Charcoal Activated
Wednesday, April 22, 2020
Hi !
Selama pandemi berlangsung yang mau gak mau mengharuskan kita semua #dirumahaja dan ternyata nggak berasa udah sebulan lebih buat saya, huhu. Ada sisi enak nggak enaknya buat saya yang memang ibu bekerja. Salah satu cara untuk mengurangi perasaan nggak enak selama dirumah, saya semakin rajin skincare-an. Bukan berarti sehari-hari malas ya, tapi terkadang kalau udah sibuk banyak urusan domestik, saya jadi suka lupa melakukan perawatan tambahan. Salah satunya adalah pakai masker.
Kebiasaan pakai masker ini, saya tekuni sejak masih gadis belia dan sudah merasakan betul manfaatnya. Apalagi saya termasuk yang jarang perawatan ke klinik, hanya mengandalkan produk over the counter buat dipakai dirumah. Tapi ya semakin sini saya sering lupa maskeran, dan mumpung kerja dirumah aka #workfromhome saya mulai rutinkan lagi. Harapannya cliche banget, biar pas beres pandemi ini kulit makin glowing dan sehat.
Masker yang saya pakai beberapa waktu lalu dari brand Mineral Botanica. Yup, yang saya cicip adalah Mineral Botanica Brightening Masque New Formula + Charcoal Activated. Saya sendiri belum pernah coba yang versi lama, tapi excited banget saat dapat kesempatan untuk cicip dan review produknya. Fyi, masker ini tipe peel off mask atau masker yang tipe nya dikelupas setelah produknya kering. Yang membedakan dari produk peel off mask lainnya, mineral botanica ini juga charcoal mask, jadi bisa berfungsi untuk menyerap kotoral dan sel kulit mati yang menumpuk di wajah.
Bicara soal packaging, maskernya ciri khas dari mineral botanica banget, warna turqoise. Meskipun kemasannya berbentuk tube dan tutup flip top, saya sendiri nggak merasa kesulitan untuk mengeluarkan produknya. Gampang banget malah, karena teksturnya juga cukup cair. Jadi nggak ada drama macet atau produk tertahan di tube nya. Selain itu di tube nya pun sudah ada keterangan Halal Kosmetik dari MUI (Majelis Ulama Indonesia). Buat kalian yang cukup concern sama kehalalan produknya, insha allah produk ini halal. Tak hanya itu, Mineral Botanica juga vegan dan cruelty free juga. Untuk ukuran 60 gram per tube, rasanya pas banget. Tidak terlalu besar atau kecil, jadi bisa disimpan dirumah atau dibawa kemana-mana karena travel friendly.
Claims : Removes embedded dirt. Easy peel off, dries quickly. Contains Allantoin, Licorice Extract, Adansonia extract, Minimize pore and brightening
Terbuat dari bahan pilihan, ada beberapa ingredients utama yang punya banyak manfaat berikut :
- Allantoin ini fungsinya cukup banyak, mulai dari menghaluskan tekstur kulit, hingga anti aging.
- Licorice extract berfungsi untuk mencerahkan dan mencegah/mengurangi hiperpigmentasi kulit Selain itu sepengetahuan saya licorice ini juga sifatnya calming dan gentle untuk kulit sensitif dan sensitize.
- Adansonia extract ini berfungsi untuk menjaga kelembapan kulit. Jadi setelah pakai peel off mask ini kulit nggak akan jadi kering dan tetap terasa lembap.
- Activated charcoal ini seperti yang banyak kita ketahui, fungsinya buat mengangkat sel kulit mati yang menumpuk di epidermis. Selain itu kalau digunakan secara rutin juga bisa bantu membersihkan kulit dari blackheads dan whiteheads.
Saya pribadi suka banget dengan kombinasi dari ingredients utama masker ini. Karena kombinasinya ini pas banget untuk produk charcoal mask yang biasanya identik bikin wajah kering setelah di pakai. Selain itu fungsi yang didapat dari satu produk juga cukup banyak, multifungsi banget. Untuk kalian yang punya tipe kuli oily skin dan juga combination skin, saya rasa kalian bakal suka dan cocok sama produk ini.
Tekstur Mineral Botanica Brightening Masque New Formula + Charcoal Activated ini kental yang watery gitu. Jadi nggak sticky sama sekali, mudah untuk dipakai dan di ratakan ke seluruh bagian muka. Wanginya pun fresh tangerine, jadi ada wangi ala jeruk gitu. Cukup menyengat di awal apply, tapi selebihnya ya hilang sendiri. Sejauh ini, di kulit saya yang terkadang sensitize wanginya ini gentle dan tidak memicu alergi di wajah.
Masker mineral botanica ini pun mudah untuk di apply ke seluruh bagian muka. Tahapannya setelah cuci muka, agar masker bisa menempel dengan baik dan hasilnya mengangkat sel kulit mati dan blackheads lebih maksimal. Saya pribadi sejauh ini pakai masker ini hanya di bagian t-zone aja, karena bagian t-zone saya rawan ada blackheads.
Perlu waktu 10-15 menitan untuk masker ini kering sempurna. Setelahnya masker ini tinggal di peel off dan wajah dibilas dengan air hangat supaya residunya bisa terangkat semua. Untuk penggunaannya, 1-2x/minggu juga cukup banget.
Finally, saya pribadi puas banget dengan performa masker Mineral Botanica yang satu ini. Selama 2 minggu pemakaian, area t-zone saya jauh lebih bersih, dan komedo cukup berkurang secara signifikan. Peel off mask ini juga mudah banget di peel off, nggak ada drama sakit sama sekali. IMHO, saya rasa peel off mask mineral botanica ini adalah produk kulit terbaik untuk peel off mask. Selain itu klaim bahwa ini nggak bikin kulit kering juga beneran terbukti. Untuk efek brighteningnya, kelihatan langsung setelah pemakaian.
Untuk harganya sendiri, as always Mineral Botanica ini nggak menguras dompet. Mineral Botanica Brightening Masque New Formula + Charcoal Activated ini di banderol di harga IDR 50k-60k. Belinya pun bisa dimana aja, mulai dari website resmi dan juga e-commerce. Mau ikutan coba peel off mask nya mineral botanica juga gak nih? ;)
Instagram : @mineralbotanica
Website : Mineral Botanica
Setelah sekian lama tulisan ini susah rampung, akhirnya saya rampungkan juga ketika saya work from home (WFH).
Ibu bekerja atau working mom itu sebenernya bukan mimpi saya sejak lama. Impian saya dari sebelum menikah adalah menjadi ibu rumah tangga atau stay at home mom. Sebelum baby blues menyerang, di benak saya yang dulu belum menikah, terlihat bahagia banget kalau 24/7 bareng anak. Menjadi ibu dan istri yang ideal banget kan jadi ibu rumah tangga yang sumringah dan anak sehat, idaman society banget kan ya? haha.
Untuk kasus saya, Allah SWT punya kehendak lain. Tahun 2015 bapak saya meninggal dunia, dan saya melihat dan merasakan menjadi anak dari single parent. Apalagi soal harus membantu dan berbagi finansial. Beruntung mama saya saat itu memang bekerja, jadi untuk kebutuhan sehari-hari alhamdulilah cukup, untuk kebutuhan dasar dan biaya sekolah adik saya yang ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Meskipun mimpi saya mau lanjut karier di ibu kota yang tinggal selangkah lagi atau mimpi lanjut S2 saya yang batalkan karena saya memilih fokus cari kerja yang lebih settle di Bandung.
Qodarullah, memang saya akhirnya memilih harus jadi working mom. Alhamdulilah, dari sebelum menikah pun suami juga mendukung banget kerja, dan ada jalannya juga kesana. Jadi saat saya hamil baby y pun, kondisi saya memang sudah bekerja. Lumayan menakutkan dan menantang sih jadi working mom, terutama untuk siap komitmen dengan meng-ASI-hi. Ada rasa ragu, parno, gak pede tapi menantang sama diri sendiri bisa nggak yah tetap bisa full ASI sama baby y.
Nggak ada ambisi, target muluk-muluk deh, melewati masa ASI eksklusif 6 bulan aja udah cukup banget tadinya. Kalaupun gak full ASI minimal ya partial breastfeeding aja gitu. Masih bisa ikhlas kalau amit-amitnya harus ada sufor diantara aku dan baby y. Insting seorang seorang ibu dalam diri saya dalam hati punya tekad bulat dan mantra:
Untungnya saya dulu kuliah di Ilmu Gizi, jadi saya pun mulai mencari-cari lagi materi soal Manajemen Laktasi. Oke, di point ini saya terhitung diuntungkan banget lah ya, sudah punya sedikit ilmu soal manajemen laktasi. Kapan-kapan saya bedah jurnal dan bahas soal manajemen laktasi ya di blog ini. Meskipun realita itu tidak semudah dan seindah teori juga sih, haha. Banyak jumpalitan dan banyak ilmu baru juga, nggak semata-mata nenen-in bayi udah gitu aja. Percayalah dari masalah ASI aja, saya sampai punya cita-cita pengen ikut pelatihan konselor laktasi, aamiin. Siapa tahu kedepannya saya bisa jadi narasumber atau malah punya kompeni sendiri biar kerjanya nggak seterikat sekarang tapi cuan makin banyak, hahaha.
Seperti di postingan Inside My Cooler Bag , saya sudah jauh-jauh hari banget udah beli pompa ASI meskipun itu preloved. Walaupun preloved, tapi saat itu saya sempet kepikiran buat sewa pompa buat coba brand lain. Soalnya jujur aja saya nggak langsung cocok sama medela mini electric, tapi ya aku mah baik hati selalu ada kesempatan kedua dan seterusnya buat kamu loh sayang, hahaha.
Karena pompa saya corongnya nggak ada silicone nya, jadi kalau lagi PD bengkak ya awalnya sakit banget pas pumping. Triknya ya, saya pakai handuk hangat buat kompres PD biar nggak terlalu sakit pas pumping. Akhirnya ya jadi makin lama ya enak pakai medela mini electric ini, tarikannya yang kenceng bisa membantu saya buat ngosongin PD. Kalau lagi ngucur banget ASI nya, ya PD sebelahnya dipakaikan milk saver. Berharga banget memang setetes ASI itu, kalau kebuang saya bisa nangis sesegukan saking lebaynya, haha. Setelah udah tahu enaknya pumping, saya pun jadi rajin pumping buat stok belajar baby y ditinggal dirumah.
Untuk kasus saya, Allah SWT punya kehendak lain. Tahun 2015 bapak saya meninggal dunia, dan saya melihat dan merasakan menjadi anak dari single parent. Apalagi soal harus membantu dan berbagi finansial. Beruntung mama saya saat itu memang bekerja, jadi untuk kebutuhan sehari-hari alhamdulilah cukup, untuk kebutuhan dasar dan biaya sekolah adik saya yang ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Meskipun mimpi saya mau lanjut karier di ibu kota yang tinggal selangkah lagi atau mimpi lanjut S2 saya yang batalkan karena saya memilih fokus cari kerja yang lebih settle di Bandung.
Qodarullah, memang saya akhirnya memilih harus jadi working mom. Alhamdulilah, dari sebelum menikah pun suami juga mendukung banget kerja, dan ada jalannya juga kesana. Jadi saat saya hamil baby y pun, kondisi saya memang sudah bekerja. Lumayan menakutkan dan menantang sih jadi working mom, terutama untuk siap komitmen dengan meng-ASI-hi. Ada rasa ragu, parno, gak pede tapi menantang sama diri sendiri bisa nggak yah tetap bisa full ASI sama baby y.
Nggak ada ambisi, target muluk-muluk deh, melewati masa ASI eksklusif 6 bulan aja udah cukup banget tadinya. Kalaupun gak full ASI minimal ya partial breastfeeding aja gitu. Masih bisa ikhlas kalau amit-amitnya harus ada sufor diantara aku dan baby y. Insting seorang seorang ibu dalam diri saya dalam hati punya tekad bulat dan mantra:
"Oke des, tenang, bismillah bisa insha allah bisa mengASI-hi baby y selama 2 tahun. Mau itu full ASI atau partial breastfeeding, ikhtiar aja semaksimal mungkin."
Untungnya saya dulu kuliah di Ilmu Gizi, jadi saya pun mulai mencari-cari lagi materi soal Manajemen Laktasi. Oke, di point ini saya terhitung diuntungkan banget lah ya, sudah punya sedikit ilmu soal manajemen laktasi. Kapan-kapan saya bedah jurnal dan bahas soal manajemen laktasi ya di blog ini. Meskipun realita itu tidak semudah dan seindah teori juga sih, haha. Banyak jumpalitan dan banyak ilmu baru juga, nggak semata-mata nenen-in bayi udah gitu aja. Percayalah dari masalah ASI aja, saya sampai punya cita-cita pengen ikut pelatihan konselor laktasi, aamiin. Siapa tahu kedepannya saya bisa jadi narasumber atau malah punya kompeni sendiri biar kerjanya nggak seterikat sekarang tapi cuan makin banyak, hahaha.
Trial Eror Pompa ASI
Seperti di postingan Inside My Cooler Bag , saya sudah jauh-jauh hari banget udah beli pompa ASI meskipun itu preloved. Walaupun preloved, tapi saat itu saya sempet kepikiran buat sewa pompa buat coba brand lain. Soalnya jujur aja saya nggak langsung cocok sama medela mini electric, tapi ya aku mah baik hati selalu ada kesempatan kedua dan seterusnya buat kamu loh sayang, hahaha.
Karena pompa saya corongnya nggak ada silicone nya, jadi kalau lagi PD bengkak ya awalnya sakit banget pas pumping. Triknya ya, saya pakai handuk hangat buat kompres PD biar nggak terlalu sakit pas pumping. Akhirnya ya jadi makin lama ya enak pakai medela mini electric ini, tarikannya yang kenceng bisa membantu saya buat ngosongin PD. Kalau lagi ngucur banget ASI nya, ya PD sebelahnya dipakaikan milk saver. Berharga banget memang setetes ASI itu, kalau kebuang saya bisa nangis sesegukan saking lebaynya, haha. Setelah udah tahu enaknya pumping, saya pun jadi rajin pumping buat stok belajar baby y ditinggal dirumah.
Menyiapkan Amunisi a.k.a Stok ASI Perah Yang Cukup
Selesai dengan urusan pompa, ternyata pas scroll di instagram dengan hastag #pejuangASI, ternyata sebelum masuk kerja itu minimal harus sedia minimal 30 kantong atau botol ASI yang cukup. Melihat jumlahnya yang sebanyak itu, saya pun mulai insekyur juga pemirsa, hiks. H-45 an sebelum masuk lagi kerja saat itu, saya pun mulai berdayakan diri sendiri. Mulai dari perhatikan asupan gizi, air putih, dan juga mulai coba booster ASI.
Iya pemirsa, meskipun saya ahli gizi, saat saya lagi menyusui saya lah yang jadi objek untuk buat kasus saya sendiri. Meskipun nggak buat kasus yang detail, yang penting saya tahu berapa kebutuhan gizi dan juga cairan buat diri sendiri. Pokoknya gimana caranya secepetnya bisa menuhin freezer dengan stok ASIP.
Dimasa ini saya bahagia sih kalau soal makanan, soalnya saya bisa makan sebanyak yang saya mau. Percayalah setiap selesai dbf + pumping, perut saya cepet banget balik lagi jadi lapar. Selama menyusui saya nggak ada pantangan khusus soal makanan, yang penting cukup gizi dan cukup serat supaya saya nggak ngeden karena perut habis SC itu kan masih nyut-nyutan, huhu.
Alhamdulilah, H-3 minggu kerja stok ASIP udah cukup dan target pribadi juga terpenuhi. Jadi saya juga bisa coba-coba tinggalin baby y buat uji coba dikasih ASIP. Tak lupa saya juga rajin sounding, biar baby y mulai terbiasa minum asip dan nggak banyak drama. Latihan pun berjalan mulus, baby y mau minum asip dari dot. Meskipun dot itu nggak disarankan, tapi saat itu pilihan dot cukup win-win solution untuk saya dan bayi.
Iya dot, dengan kesadaran penuh, dengan resiko yang saya siap tanggung. Jadi jangan jugde buibu kasih ASIP pakai dot, oke mamak?
Jujur tadinya saya ingin lebih go green buat dan menyimpan ASIP itu pakai botol kaca. Sayangnya, baby y nggak berjodoh sama penyimpanan ASIP di botol kaca. Setiap dikasih ASIP dari yang botol kaca pasti dilepeh. Beruntung ada gift kantong ASIP, pas dicoba dipakai dan baby y minum dari ASIP yang disimpan dia mau. Lagipula setelah dipertimbangkan karena bisa dibuat pipih, penyimpanan ASIP dengan plastik ASI bisa lebih bantu muat lebih banyak.
Mental Health Issue
Saya pernah cerita di postingan saya dimasa trimester 4, kalau saya baby blues. Dimasa perjalanan 6 bulan ASI eksklusif pun saya struggling dengan diri sendiri. Seumur hidup saya manusia yang tidak punya ambisi, mendadak cukup ambisius soal per-ASI-an. Entah kenapa demi asi eksklusif, saya lumayan kompetitif sama diri sendiri.Kompetitif, setiap hari pasti yang ditanya, baby y habis ASIP berapa? Itungin stok ASIP tiap pulang kerja. Pokoknya kurang 1 kantung, wassalam. Welcome kurang tidur dan nggak jarang sering uring-uringan takut ASIP kurang.
Rasanya ya, kaya ada rasa takut luar biasa kalau sampai ASIP kehabisan, dan gak ikhlas. Nggak jarang di masa ini saya jadi emosional, dan gampang berantem sama suamik. Jujur aja, rasanya lelah banget sih kalau di fase itu, hidup dengan rasa takut dan ambisi. Padahal yah kalau dipikir sekarang, harusnya saya tinggal legowo aja gitu, toh usaha dan doa juga terus menerus buat si kecil, tul gak?
Perlahan tapi pasti, alhamdulilah, kondisi mental saya membaik. Terima kasih buat social media dan momblogger diluar sana yang nggak pelit ilmu untuk sharing dunia parenting. Setidaknya ada angin segar, bahwa saya nggak sendiri. Bahwa wajar kalau di dunia ini nggak ada ibu yang benar-benar ideal di mata society. Sejatinya ibu yang baik itu yang cukup bertanggung jawab aja untuk kehidupan anaknya, apapun caranya. Mau ASI / sufor, mpasi homemade/pabrikan, dan lainnya, pada intinya semua itu cuma ikhtiar aja. Semua anak juga akan sehat dan punya jalan sendiri. Karena apapun caranya, dimata anak ibu itu segalanya :').
Enam bulan menyusui baby y itu dimata saya berkesan sekali. Kelak kalau baby udah besar, sudah bisa baca postingan ini, saya sebagai ibunya ingin bilang terima kasih. Terima kasih karena sudah banyak membantu ibu mengasihi, membuat ibu belajar soal emosi dan juga ego. Ini pelajaran yang amat sangat berharga, karena meskipun saya 5 tahun kuliah ilmu gizi, rasanya pas praktik sendiri itu luar biasa, priceless. Semoga buat siapapun yang baca tulisan ini, terutama working mom, tetep semangat yaa perjuangan menyusui ini gak mudah tapi insha allah terlewati ;).
All right reserved.
Do not copy-paste without allowance
Or any permission from authors.
Or any permission from authors.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Social Icons